MGtbNGJ8Mqt9NaZ4MqN9MGRbMDcsynIkynwbzD1c

Ayo, Cintai Merah Putih!

BLANTERLANDINGv101
5821456843096345225

Ayo, Cintai Merah Putih!

Senin, 04 September 2017


Ayo, Cintai Merah Putih!
oleh Niswahikmah
dimuat di Radar Sidoarjo
 


Pria-pria bertopi veteran biasanya tersebar di jalan-jalan pusat kota ketika 17 Agustus tiba. Hari bersejarah itu selalu indah terkenang bagi kepala-kepala yang tak lagi muda. Mengingat perjalanan memerangi penjajah yang tak mudah seketika menumbuhkan senyum bersahaja. Tetapi, masihkah pemandangan itu tampak di depan kita di tahun ini?

Tujuh puluh tahun telah berlalu, dan pria berstempel veteran mulai menyusut. Tentunya mereka telah kandas termakan usia. Sudah bukan waktunya untuk tertawa sambil mengenang apa yang terjadi saat Belanda datang ke Indonesia. Sudah tidak sempat menikmati secangkir kopi seraya mengenang bambu runcing yang tak mampu melawan senapan penjajah.
            Jika sudah begini, kepada siapakah mereka akan menyerahkan sejarah? Dibebankan pada siapa tanggung jawab mengayomi negeri dan meneruskan kecintaan? Jawabannya tentu saja pada generasi muda. Pemuda-pemuda yang lebih bertenaga untuk mengais kembali sisa sejarah sebelum bergerak maju membuat perubahan. Remaja-remaja yang lebih kuat untuk hormat pada sang saka dan melantunkan ‘Indonesia Raya’.
            Namun, sudahkah ada kesadaran dari para remaja akan tugas yang harus diembannya? Sudahkah remaja punya ketertarikan untuk mencintai dan membela negaranya? Sementara, faktanya, banyak pemuda yang diharapkan dapat membangun negara, justru terjerumus pada akar budaya lain. Kebanyakan tidak lagi menyukai budaya asli Indonesia. Perhatian mereka sepenuhnya tersedot pada tren luar negeri. Alih-alih menyanyikan lagu Indonesia Raya, mereka lebih suka lompat-lompat sambil meneriakkan, “Put your hands up!”.
            Ada banyak penyebab dari terjadinya fenomena tersebut. Pertama, canggihnya teknologi. Jaringan akses internet yang semakin luas serta media sosial terlampau bebas menyebabkan remaja Indonesia mudah mencari informasi dari luar. Sayangnya, informasi yang mereka dapat justru menjerumuskan. Sebagian menjadi lebih condong pada budaya luar yang dianggap lebih modern. Sementara, budaya dari Indonesia hanyalah anutan orang tua yang sudah kuno.
            Kedua, kurangnya penanaman rasa cinta tanah air. Remaja tidak mendapatkan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan secara detail. Beberapa bahkan tidak suka jika pelajaran itu tiba, dan yang dibahas adalah hukum negaranya sendiri. Selain itu, keluarga juga tidak menekankan perlunya rasa cinta pada Indonesia. Padahal, negara ini telah menampung mereka selama masa hidupnya.
            Ketiga, rendahnya kesadaran untuk menjadi penerus bangsa. Kebanyakan remaja selalu berpatokan pada kata ‘politik itu kejam’. Sehingga, mereka justru tidak ingin terjun ke dalamnya. Padahal, politik dapat menjadi salah satu jalan untuk memperbaiki nasib bangsa. Mereka hanya bisa berkoar ketika budaya negara ini dicuri, tanpa ada usaha untuk melestarikannya.
            Bisa dibayangkan, apabila kondisi seperti itu terus berlangsung, bagaimana nasib Indonesia ke depannya? Mungkin, budaya Indonesia akan menangis di rumahnya sendiri. Lantas, bagaimana cara menanggulanginya? Bagaimana agar pemuda Indonesia punya semangat untuk berjuang meneruskan pembangunan?
            Partisipasi dari pemerintah serta lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk merealisasikan semangat patriotisme itu. Pemerintah yang berhak mengeluarkan putusan, diharap turut berkontribusi aktif meningkatkan kadar cinta remaja pada Indonesia. Hal ini dapat dikembangkan melalui lembaga pendidikan yang menaungi remaja.
            Salah satu cara yang sudah berkembang saat ini adalah diwajibkannya menyanyikan lagu nasional dan daerah di setiap sekolah. Kegiatan ini baru diresmikan berdasarkan keputusan Menbuddikdasmen, Anies Baswedan. Diharapkan, kegiatan yang dilangsungkan sebelum dan sesudah proses pembelajaran ini dapat memicu rasa cinta remaja pada merah-putih.
            Selain itu, sudah ada peraturan bahwa sekolah harus menggunakan cirri khas baju batik untuk hari tertentu. Dengan dikenalkannya budaya pakaian asli Indonesia, remaja akan tertarik untuk mempelajari cara membuatnya. Lebih-lebih, mereka akan ikut serta melestarikannya suatu hari nanti.
             Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah ini menuai respons positif dari berbagai pihak. Lembaga pendidikan berlomba melaksanakannya, bahkan ingin memberikan peran terbesar. Remaja pun mengaku dapat mengambil manfaat dari kegiatan tersebut. Mereka dapat mengingat lagu-lagu nasional dan daerah yang telah dilupakan. Sementara, batik dapat membuat imajinasi mereka terbuka untuk mengembangkan desain-desain bertema akulturasi.
            Tentu saja kita berharap bahwa usaha menasionalismekan remaja tidak berhenti sampai di sini. Masih begitu banyak cara untuk menyelamatkan mereka dari jurang kemerosotan rasa cinta tanah air. Kontribusinya pun tidak hanya dari pemerintah saja. Melainkan bisa juga dari lingkungan masyarakat dan keluarga. Sehingga, Indonesia tidak hanya tampil menawan ketika 17 Agustus. Tapi, seluruh warga negara tetap dengan sukarela hormat pada sang saka sambil tersenyum. Sesekali dada berdentum senang dan bangga bertanah air di negeri ini.
            Remaja Indonesia bisa mencintai negaranya. Hanya saja, perlu lebih banyak dorongan motivasi serta tuntunan dari orang yang lebih tua. Perlu lebih banyak visualisasi bahwa membela bangsa bukanlah suatu yang menakutkan. Melestarikan budaya bukanlah sesuatu yang kuno karena berkaitan dengan sejarah. Semoga garuda muda dapat terbang meraih sayap-sayap gemilangnya, mempertahankan citranya di depan spesies-spesies lain.
BLANTERLANDINGv101

Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang